UPAYA HUKUM DALAM PUTUSAN PIDANA
Putusan Pengadilan menurut Pasal 1 angka 11 KUHAP mendefinisikan putusan pengadilan adalah pernyataan hakim yang diucapkan dalam sidang pengadilan terbuka, yang dapat berupa pemidanaan atau bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.
Dari pengertian tersebut, penggolongan putusan pengadilan adalah sebagai:
a.putusan bebas dari segala tuduhan hukum;
b.putusan lepas dari segala tuntutan hukuman;
c.putusan yang mengandung pemidanaan.
Terhadap putusan hakim yang mengandung pemidanaan, hakim wajib memberitahukan kepada terdakwa akan hak-haknya. Dengan adanya hak-hak terdakwa, terhadap setiap putusan hakim yang mengandung pemidanaan di mana terdakwa merasa tidak puas, dapat mengajukan upaya hukum sebagaimana diatur Pasal 196 ayat (3) KUHAP.
Segera sesudah putusan pemidanaan diucapkan, bahwa hakim ketua sidang wajib memberitahukan kepada terdakwa tentang segala apa yang menjadi haknya, yaitu:
a.hak segera menerima atau segera menolak putusan;
b.hak mempelajari putusan sebelum menyatakan menerima atau menolak putusan, dalam tenggang waktu yang ditentukan oleh undang-undang ini;
c.hak minta penangguhan pelaksanaan putusan dalam tenggang waktu yang ditentukan oleh undang-undang untuk dapat mengajukan grasi, dalam hal ia menerima putusan;
d.hak minta diperiksa perkaranya dalam tingkat banding dalam tenggang waktu yang ditentukan oleh undang-undang ini, dalam hal ia menolak putusan;
e.hak mencabut pernyataan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dalam tenggang waktu yang ditentukan oleh undang-undang ini.
Upaya Hukum dalam Pasal 1 angka 12 KUHAP menyebutkan upaya hukum adalah hak terdakwa atau penuntut umum untuk tidak menerima putusan pengadilan yang berupa perlawanan atau banding atau kasasi atau hak terpidana untuk mengajukan permohonan peninjauan kembali dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.
Jadi jika ditanya apa saja upaya hukum putusan pengadilan?
Adapun jenis upaya hukum terbagi atas 2 yaitu:
1.upaya hukum biasa yang terdiri atas banding dan kasasi;
2.upaya hukum luar biasa yang terdiri atas pemeriksaan tingkat kasasi demi kepentingan hukum dan peninjauan kembali.
Upaya Hukum Biasa
Mengenai upaya hukum biasa diatur dalam Bab XVII KUHAP. Berikut penjelasannya:
1.Banding
Andi Hamzah dalam bukunya Hukum Acara Pidana Indonesia (hal. 292) menyatakan bahwa jika Pasal 233 ayat (1) jo. Pasal 67 KUHAP dihubungkan dapat disimpulkan bahwa semua putusan pengadilan tingkat pertama (pengadilan negeri) dapat dimintakan banding ke pengadilan tinggi oleh terdakwa atau penuntut umum dengan beberapa pengecualian. Artinya banding adalah hak terdakwa atau penuntut umum untuk menolak putusan pengadilan, dengan tujuan untuk meminta pemeriksaan ulang oleh pengadilan yang lebih tinggi serta untuk menguji ketepatan penerapan hukum dan putusan pengadilan tingkat pertama.
2.Kasasi
Upaya hukum kasasi diatur dalam Pasal 244-258 KUHAP. Pasal 244 KUHAP jo. Putusan MK No. 114/PUU-X/2012 mengatur terhadap putusan perkara pidana yang diberikan pada tingkat terakhir oleh pengadilan lain selain daripada Mahkamah Agung, terdakwa atau penuntut umum dapat mengajukan permintaan pemeriksaan kasasi kepada Mahkamah Agung.
Pemeriksaan dalam tingkat kasasi dilakukan oleh Mahkamah Agung atas permintaan para pihak guna menentukan:
a.apakah benar suatu peraturan hukum tidak diterapkan atau diterapkan tidak sebagaimana mestinya;
b.apakah benar cara mengadili tidak dilaksanakan menurut ketentuan undang-undang;
c.apakah benar pengadilan telah melampaui batas wewenangnya
Andi Hamzah masih dalam buku yang sama (hal. 298) menyatakan tujuan kasasi adalah untuk menciptakan kesatuan penerapan hukum dengan jalan membatalkan putusan yang bertentangan dengan undang-undang atau keliru dalam menerapkan hukum.
Upaya Hukum Luar Biasa
Sedangkan upaya hukum luar biasa diatur dalam Bab XVIII KUHAP, yang terdiri atas dua upaya berikut ini.
1.Pemeriksaan Tingkat Kasasi Demi Kepentingan Hukum
Andi Hamzah dalam bukunya (hal. 303) menyatakan sebagai upaya hukum luar biasa, kasasi demi kepentingan hukum ialah untuk mencapai kesatuan penafsiran hukum oleh pengadilan. Kasasi demi kepentingan hukum diajukan jika sudah tidak ada upaya hukum biasa yang dapat dipakai.
Pasal 259 ayat (1) KUHAP menjelaskan pemeriksaan kasasi demi kepentingan hukum berlaku terhadap semua putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dari pengadilan lain selain daripada Mahkamah Agung, yang dapat diajukan satu kali permohonan kasasi oleh jaksa agung.
Menurut ketentuan KUHAP, kasasi demi kepentingan hukum pada dasarnya hanya bisa diajukan oleh jaksa agung kepada Mahkamah Agung yang diajukan secara tertulis melalui panitera pengadilan negeri yang telah memutus perkara dalam tingkat pertama disertai risalah yang memuat alasan permintaan itu.
Kemudian, panitera menyampaikan salinan risalah kepada yang berkepentingan.
Setelah itu, ketua pengadilan negeri yang bersangkutan segera meneruskannya kepada Mahkamah Agung.
Kasasi demi kepentingan hukum diajukan apabila putusan pengadilan negeri terdapat:
1.suatu peraturan hukum tidak diterapkan atau diterapkan, tidak sebagaimana mestinya;
2.apakah cara mengadili tidak dilaksanakan menurut ketentuan undang-undang.
3.pengadilan melampaui wewenangnya.
Jika Mahkamah Agung menerima permohonan kasasi demi kepentingan hukum, selanjutnya Mahkamah Agung membatalkan putusan pengadilan yang lebih rendah, dengan demikian terjawablah keraguan atau hal yang dipermasalahkan itu.
2.Peninjauan Kembali Putusan Pengadilan yang Telah Memperoleh Kekuatan Hukum Tetap (herziening)
Upaya hukum peninjauan kembali putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap (herziening) diatur dalam Pasal 263-269 KUHAP.
Ketentuan Pasal 263 ayat (1) KUHAP menentukan bahwa terhadap putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, kecuali putusan bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum, terpidana atau ahli warisnya dapat mengajukan permintaan peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung.
Permintaan peninjauan kembali dilakukan atas dasar:
a.apabila terdapat keadaan baru yang menimbulkan dugaan kuat, bahwa jika keadaan itu sudah diketahui pada waktu sidang masih berlangsung, hasilnya akan berupa putusan bebas atau putusan lepas dari segala tuntutan hukum atau tuntutan penuntut umum tidak dapat diterima atau terhadap perkara itu diterapkan ketentuan pidana yang lebih ringan;
b.apabila dalam pelbagai putusan terdapat pernyataan bahwa sesuatu telah terbukti, akan tetapi hal atau keadaan sebagai dasar dan alasan putusan yang dinyatakan telah terbukti itu, ternyata telah bertentangan satu dengan yang lain;
c.apabila putusan itu dengan jelas memperlihatkan suatu kekhilafan hakim atau suatu kekeliruan yang nyata.
Dalam hal Mahkamah Agung berpendapat bahwa permintaan peninjauan kembali dapat diterima untuk diperiksa, berlaku ketentuan sebagai berikut:
a.apabila Mahkamah Agung tidak membenarkan alasan pemohon, Mahkamah Agung menolak permintaan peninjauan kembali dengan menetapkan bahwa putusan yang dimintakan peninjauan kembali itu tetap berlaku disertai dasar pertimbangannya;
b.apabila Mahkamah Agung membenarkan alasan pemohon, Mahkamah Agung membatalkan putusan yang dimintakan peninjauan kembali itu dan menjatuhkan putusan yang dapat berupa:
1.putusan bebas;
2.putusan lepas dari segala tuntutan hukum;
3.putusan tidak dapat menerima tuntutan penuntut umum;
4.putusan dengan menerapkan ketentuan pidana yang lebih ringan.
Patut dicatat, pidana yang dijatuhkan dalam putusan peninjauan kembali tidak boleh melebihi pidana yang telah dijatuhkan dalam putusan semula.
UPAYA HUKUM DALAM PUTUSAN PERDATA
Pengertian Hukum Acara Perdata
Menurut Wirjono Prodjodikoro, hukum acara perdata adalah rangkaian peraturan-peraturan yang memuat cara bagaimana orang harus bertindak terhadap dan di muka pengadilan dan cara bagaimana pengadilan itu harus bertindak, satu sama lain untuk melaksanakan berjalannya hukum perdata.
Sedangkan Soedikno Mertokusumo menuliskan hukum acara perdata adalah peraturan hukum yang mengatur bagaimana caranya menjamin ditaatinya hukum perdata materiel dengan perantaraan hakim atau peraturan hukum yang menentukan bagaimana caranya menjamin pelaksanaan hukum perdata materiel. Konkretnya hukum acara perdata mengatur tentang bagaimana caranya mengajukan tuntutan hak, memeriksa serta memutus dan pelaksanaan daripada putusannya.
Di Indonesia, ketentuan hukum acara perdata masih menggunakan Herzien Inlandsch Reglement (“HIR”) atau Reglement tot Regeling van Het Rechtswezen in de Gewesten Buiten Java en Madura (“Rbg”) yang dilengkapi dengan berbagai ketentuan yang tersebar dalam UU 48/2009 dan UU 14/1985 serta perubahannya. Sehingga dapat dikatakan hukum acara perdata diatur dalam berbagai peraturan yang terpisah.
Upaya Hukum Perdata, dalam suatu perkara yang sudah diputus oleh hakim, ada kalanya putusan tersebut tidak cukup memuaskan para pihak yang bersengketa baik pihak penggugat maupun tergugat. Oleh karenanya, pihak yang menolak putusan hakim dapat mengajukan upaya hukum perdata agar perkaranya diperiksa kembali.
Menyambung pertanyaan Anda, terdapat 2 macam upaya hukum perdata yaitu upaya hukum biasa dan upaya hukum luar biasa. Berikut ini kami jelaskan satu per satu upaya hukum perdata tersebut.
1.Upaya Hukum Biasa
Upaya hukum biasa pada asasnya terbuka untuk setiap putusan selama tenggang waktu yang ditentukan oleh undang-undang, wewenang untuk menggunakannya hapus dengan menerima putusan. Upaya hukum biasa ini bersifat menghentikan pelaksanaan putusan untuk sementara.
a.Perlawanan (Verzet)
Verzet adalah upaya hukum perdata terhadap putusan yang dijatuhkan pengadilan terhadap putusan tanpa hadirnya pihak tergugat (putusan verstek). Dasar hukum verzet diatur dalam Pasal 125 ayat (3) jo. Pasal 129 HIR dan Pasal 149 ayat (3) jo. Pasal 153 Rbg. Perlawanan ini pada prinsipnya disediakan bagi pihak tergugat yang dikalahkan.
Tenggang waktu mengajukan verzet menurut Pasal 129 ayat (2) HIR:
1.Perlawanan dapat diajukan dalam tenggang waktu 14 hari sejak pemberitahuan putusan verstek diterima tergugat.
2.Jika putusan verstek itu tidak diberitahukan ke tergugat, perlawanan masih dapat diajukan sampai hari ke-8 setelah teguran untuk melaksanakan putusan verstek itu.
3.Atau apabila tergugat tidak datang menghadap ketika ditegur, perlawanan tergugat dapat diajukan sampai hari ke–8 sesudah dijalankan keputusan surat perintah kedua dalam Pasal 197 HIR.
Perlawanan terhadap putusan verstek diajukan seperti mengajukan surat gugatan biasa. Ketika perlawanan telah diajukan maka tertundalah putusan verstek dijalankan.
b.Banding
Upaya hukum banding adalah sebuah upaya dari salah satu pihak baik pihak penggugat atau tergugat yang tidak menerima suatu putusan pengadilan karena merasa hak-haknya terserang oleh akibat adanya putusan itu.
Dasar hukum banding perdata tercantum dalam Pasal 199 Rbg, Pasal 6 UU 20/1947 dan Pasal 26 ayat (1) UU 48/2009, di mana yang dapat mengajukan permohonan banding adalah pihak yang bersangkutan.
Banding harus diajukan dalam tenggang waktu 14 hari sejak putusan diucapkan, apabila para pihak hadir pada saat putusan diucapkan oleh majelis hakim, atau 14 hari sejak pemberitahuan putusan apabila para pihak tidak hadir saat putusan dibacakan.
Namun perlu dicatat, apabila putusan yang diucapkan itu di luar kehadiran tergugat (putusan verstek), maka tidak dapat dimohonkan banding, melainkan perlawanan (verzet).
Kemudian perlu diketahui, dalam permohonan banding, pembuatan memori banding tidaklah merupakan keharusan atau kewajiban. Yurisprudensi Putusan MA No. 39K/Sip/1973 tertanggal 11 September 1975 pun menyebutkan kaidah hukum memori banding dapat diajukan selama perkara belum diputus oleh Pengadilan Tinggi. Undang-undang tidak menentukan batas waktu untuk itu.
c.Kasasi
Kasasi adalah suatu upaya hukum yang merupakan wewenang dari Mahkamah Agung untuk memeriksa kembali putusan pengadilan tingkat banding atau tingkat terakhir dari semua lingkungan peradilan.
Tugas Mahkamah Agung dalam tingkat kasasi adalah menguji putusan pengadilan sebelumnya tentang sudah tepat atau tidaknya penerapan hukum yang dilakukan terhadap kasus yang bersangkutan yang duduk perkaranya telah ditetapkan oleh pengadilan sebelumnya.
Tenggang waktu untuk mengajukan kasasi adalah 14 hari sejak putusan atau penetapan Pengadilan Tinggi disampaikan kepada yang bersangkutan, serta 14 hari terhitung sejak menyatakan kasasi, pemohon wajib menyerahkan memori kasasi.
Berbeda dengan banding, memori banding bukanlah menjadi kewajiban bagi pemohon banding, akan tetapi dalam kasasi, memori kasasi adalah kewajiban bagi pemohon kasasi untuk diserahkan. Artinya, apabila memori kasasi itu tidak dibuat, permohonan kasasi akan ditolak.
Untuk melakukan kasasi, harus ada alasan-alasan yang digunakan sebagai dasar kasasi yaitu putusan atau penetapan pengadilan:
1.tidak berwenang atau melampaui batas wewenang.
2.salah menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku.
3.lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya putusan yang bersangkutan.
Dari alasan-alasan tersebut di atas, dapat dipahami di tingkat kasasi tidaklah diperiksa lagi tentang duduk perkaranya, melainkan tentang hukumnya, sehingga tentang terbukti atau tidaknya peristiwa tidak akan diperiksa. Pemeriksaan tingkat kasasi umumnya tidak dianggap sebagai pemeriksaan tingkat ketiga.
2.Upaya Hukum Luar Biasa
a. Peninjauan Kembali
Peninjauan kembali adalah suatu upaya untuk memeriksa dan mementahkan kembali suatu putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap, guna membatalkannya. Permohonan peninjauan kembali tidak menghalangi jalannya eksekusi atas putusan yang telah berkekuatan hukum tetap.
Permohonan peninjauan kembali dapat diajukan hanya 1 kali, serta dapat dicabut selama belum diputus. Jika sudah dicabut permohonan peninjauan kembali itu tidak dapat diajukan lagi.
Permohonan peninjauan kembali atas putusan perkara perdata yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dapat diajukan hanya berdasarkan alasan-alasan:
a.apabila putusan didasarkan pada suatu kebohongan atau tipu muslihat pihak lawan yang diketahui setelah perkaranya diputus atau didasarkan pada bukti-bukti yang kemudian oleh hakim pidana dinyatakan palsu;
b.apabila setelah perkara diputus, ditemukan surat-surat bukti yang bersifat menentukan yang pada waktu perkara diperiksa tidak dapat ditemukan;
c.apabila telah dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut atau lebih dari pada yang dituntut;
d.apabila mengenai sesuatu bagian dari tuntutan belum diputus tanpa dipertimbangkan sebab-sebabnya;
e.apabila antara pihak-pihak yang sama mengenai suatu soal yang sama, atas dasar yang sama oleh pengadilan yang sama atau sama tingkatnya telah diberikan putusan yang bertentangan satu dengan yang lain;
f.apabila dalam suatu putusan terdapat suatu kekhilafan hakim atau suatu kekeliruan yang nyata.
Tenggang waktu pengajuan permohonan peninjauan kembali yang didasarkan atas alasan di atas adalah 180 hari untuk:
a.yang disebut pada huruf a sejak diketahui kebohongan atau tipu muslihat yang harus dibutktikan secara tertulis hari dan tanggal diketahuinya atau sejak putusan hakim pidana memperoleh kekuatan hukum tetap, dan telah diberitahukan kepada para pihak yang beperkara;
b.yang disebut pada huruf b sejak ditemukan surat-surat bukti, yang hari serta tanggal ditemukannya harus dinyatakan di bawah sumpah dan disahkan oleh pejabat yang berwenang;
c.yang disebut pada huruf c, d, dan f sejak putusan memperoleh kekuatan hukum tetap dan telah diberitahukan kepada para pihak yang beperkara;
d.yang tersebut pada huruf e sejak sejak putusan yang terakhir dan bertentangan itu memperoleh kekuatan hukum tetap dan telah diberitahukan kepada pihak yang berperkara.
b. Perlawanan Pihak Ketiga (Derden Verzet)
Macam upaya hukum perdata yang terakhir ialah perlawanan pihak ketiga atau derden verzet adalah suatu perlawanan yang dilakukan oleh pihak ketiga yang tadinya tidak ada sangkut pautnya dengan perkara, akan tetapi putusan itu telah merugikan pihak ketiga tersebut.
Derden verzet atas sita jaminan dapat diajukan pemilik selama perkaranya belum mempunyai putusan yang berkekuatan hukum tetap. Selain itu untuk dikabulkannya perlawanan pihak ketiga diperlukan adanya kepentingan pihak ketiga dan secara nyata hak pihak ketiga telah dirugikan.
Itulah upaya Hukum atas putusan perkara Pidana maupun Perdata, jadi diantara kedua upaya tersebut beberapa istilah kemungkinan sama namun upaya hukum dalam setiap perkara dalam putusannya berbeda.
Posting Komentar