H48azKwV9kzs09flop9h44oacLigqUCZ27hqYplz

Delik Aduan dan Delik Biasa serta Contohnya

Jadi, dalam perkara pidana, suatu proses perkara dilakukan berdasarkan pada deliknya. Terkait hal ini, ada dua jenis delik yang biasanya digunakan.

Bagi yang belum pernah mendengar atau masih awam dengan  istilah delik aduan, mari kita urai sama-sama.

Jadi, dalam perkara pidana, suatu proses perkara dilakukan berdasarkan pada deliknya. Terkait hal ini, ada dua jenis delik yang biasanya digunakan, yakni delik aduan dan delik biasa.

Apa Itu Delik Aduan?

Selanjutnya, delik aduan. KBBI mengartikan delik sebagai perbuatan yang dapat dikenakan hukuman karena merupakan pelanggan terhadap undang-undang; tindak pidana. 

Kemudian, definisi aduan berdasarkan KBBI adalah perihal atau perkara yang diadukan; hal mengadukan. 

Secara etimologis, delik aduan berarti tidak pidana yang diadukan.

Jika ditinjau secara hukum atau dalam pemrosesan suatu perkara, delik aduan adalah delik yang hanya bisa diproses apabila ada pengaduan atau laporan dari orang yang menjadi korban tindak pidana. 

E. Utrecht dalam Hukum Pidana II mengungkapkan bahwa dalam delik aduan, penuntutan terhadap delik tersebut digantungkan pada persetujuan dari yang pihak yang dirugikan atau korban.

Kapan Delik Aduan dapat disampaikan? 

Pasal 74 KUHP menerangkan bahwa jika korban berada di Indonesia, pengaduan dapat dilakukan dalam kurun waktu enam bulan. Kemudian, jika korban bertempat tinggal di luar negeri, jangka waktunya adalah 9 (sembilan) bulan.

Dalam delik aduan, korban tindak pidana dapat mencabut laporan apabila telah terjadi suatu perdamaian di antara korban dan terdakwa. 

Hal ini diterangkan dalam Pasal 75 KUHP yang menyebutkan bahwa orang yang mengajukan pengaduan berhak menarik kembali pengaduannya dalam waktu tiga bulan setelah pengaduannya diajukan.

Delik Aduan Relatif dan Absolut

Soesilo dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana membagi delik aduan menjadi dua jenis, yakni delik aduan relatif dan absolut.

Pertama, delik aduan relatif. 

Yang dimaksud dengan delik aduan relatif adalah delik-delik yang umumnya bukan merupakan delik aduan, namun bisa berubah menjadi delik aduan apabila dilakukan oleh sanak-sanak keluarga sebagaimana ditentukan dalam Pasal 367 KUHP.

Dalam konteks delik aduan relatif, pengaduan diperlukan bukan untuk menuntut suatu peristiwa, melainkan orang-orang yang bersalah dalam peristiwa tersebut. 

Sehubungan dengan sasarannya, delik aduan relatif dapat “dibelah”.

Sebagai penjelas terkait konteks “dibelah” mari simak ilustrasi delik aduan contoh berikut. 

Ada dua orang anak, bernama A dan B, yang mencuri barang dari bapaknya. Korban, yang mana adalah bapaknya, dapat mengajukan pengaduan akan satu orang saja dari kedua pelakunya. 

Misalnya, bapak tersebut menuntut A saja dan B terbebas dari tuntutan. Pengaduan akan A seorang inilah yang dimaksud “dibelah” dalam konteks delik aduan relatif.

Kedua, delik aduan absolut. 

Yang dimaksud delik aduan absolut adalah delik yang selalu dapat dituntut apabila ada pengaduan. Dalam delik ini, pengaduan mutlak diperlukan untuk menuntut peristiwanya.

Sehubungan dengan penuntutan akan peristiwa, diterangkan Soesilo bahwa semua pihak yang terlibat, baik melakukan, membujuk, membantu, dan lainnya harus dituntut. Berbeda dari penjelasan delik relatif, delik absolut tidak dapat dibelah.

Sebagai penjelas terkait konteks tidak dapat dibelah, mari simak contoh berikut. Seorang istri diketahui telah berzinah dan suami memasukkan pengaduan akan perzinahan itu. Suami tersebut tidak bisa hanya menuntut pasangan zina dari istrinya saja. Saat diadukan, istrinya juga harus menghadapi tuntutan sekalipun suaminya masih cinta atau sudah mengampuninya.

Perbedaan kedunya,

Secara sederhana, perbedaan mendasar antara Delik Biasa dan Delik Aduan ada pada penyelesaiannya. Delik aduan digunakan untuk tindak pidana yang dapat diselesaikan secara kekeluargaan atau hingga tercapai sebuah kesepakatan bersama. 

Berikut contoh delik beserta pasal delik aduannya.

1.Perzinahan: Ketentuan soal perzinaan diatur dalam Pasal 411 KUHP dengan ancaman hukuman satu tahun penjara. Pelaku diancam dengan denda kategori II setara Rp10 juta sebagaimana diatur dalam Pasal 79 KUHP.

"Setiap orang yang melakukan persetubuhan dengan orang yang bukan suami atau istrinya, dipidana karena perzinaan, dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak kategori II," demikian bunyi pasal 411 ayat (1) KUHP.

Sementara itu, larangan kumpul kebo dicantumkan pada Pasal 412 KUHP. Pelaku kumpul kebo diancam hukuman penjara paling lama enam bulan dan denda paling banyak Rp10 juta.

"Setiap orang yang melakukan hidup bersama sebagai suami istri di luar perkawinan dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori II," bunyi Pasal 412 ayat (1) KUHP.

Lantas, apakah sebuah perselingkuhan bisa masuk kedalam Delik Aduan?

Namun, tahukah kamu bahwa sebenarnya perselingkuhan itu bisa dijerat ke dalam pidana ?

Hukum perkawinan di Indonesia sebagaimana diatur dalam Pasal 1 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan mengatur bahwa: “Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.

Namun adanya godaan dari pihak ketiga yang menyebabkan perselingkuhan, baik dari pihak suami atau istri. Dampaknya mengakibatkan keretakan hubungan rumah tangga hingga perceraian, dan lain-lain.

Dalam Pasal 284 ayat (2) KUHP tersebut di atas, proses penuntutan atau pelaporan tindak pidana gendak (overspel) hanya dapat dilakukan atas pengaduan suami atau istri. Pasalnya, tindak pidana tersebut termasuk dalam delik aduan (klacht delict)

Pasal 284 KUHP ini merupakan suatu delik aduan yang absolut, artinya tidak dapat dituntut apabila tidak ada pengaduan dari pihak suami atau istri yang dirugikan dan atau yang dimalukan. 

Selain itu, laporan pidana gendak (overspel) tidak dapat diproses lebih lanjut oleh Kepolisian apabila yang melaporkan bukanlah pasangan resmi pihak yang dirugikan.

Kemudian, diterangkan dalam Pasal 284 ayat (4) KUHP bahwa pengaduan dapat ditarik kembali selama pemeriksaan dalam sidang pengadilan belum dimulai.

Kemudian, apakah hanya pasangan suami-istri saja yang dapat masuk kedalam delik aduan?

Saya rasa tidak juga, karena selama unsur dan adanya sebuah bukti, kita bisa saja melakukan tindakan pelaporan dengan menindak lanjuti apa yang seharusnya bisa dilakukan dan apa yang tidak bisa dilakukan perihal delik aduan ini.

2.Pencemaran nama baik: Pasal 310 ayat (1) KUHP menerangkan bahwa menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal yang maksudnya agar hal tersebut diketahui secara umum atau pencemaran nama baik, dapat diancam pidana penjara paling lama sembilan bulan atau denda paling banyak Rp450 ribu.

3.Penghinaan akan orang yang sudah mati: Pasal 320 ayat (1) KUHP menerangkan bahwa pencemaran akan orang yang sudah mati diancam dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau pidana denda paling banyak Rp4500.

Kemudian, diterangkan dalam Pasal 320 ayat (2) KUHP bahwa kejahatan ini tidak akan dituntut tanpa adanya pengaduan dari salah seorang keluarga sedarah maupun dalam garis keturunan, atau atas pengaduan suami atau istrinya.

4.Membuka rahasia orang lain: Pasal 322 ayat (1) KUHP menerangkan bahwa siapa yang dengan sengaja membuka rahasia yang wajib disimpannya karena jabatan atau pencariannya, baik yang sekarang maupun yang dahulu, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak Rp9000.

Kemudian, diterangkan dalam Pasal 322 ayat (2) KUHP bahwa jika kejahatan tersebut dilakukan kepada orang lain, maka perbuatan itu hanya dapat dituntut atas pengaduan dari korbannya.

5.Membuka rahasia perusahaan: Pasal 323 ayat (1) KUHP menerangkan bahwa siapa yang dengan sengaja memberitahukan hal-hal khusus, yang seharusnya dirahasiakan, tentang suatu perusahaan dagang, kerajinan atau pertanian, di mana tempat ia bekerja atau tempat lamanya bekerja, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak Rp9000.

Kemudian, diterangkan dalam Pasal 323 ayat (2) KUHP bahwa kejahatan ini hanya dapat dituntut atas pengaduan pengurus perusahaan yang dirugikan.

Dan lain sebagainya,...

Jadi, secara garis besar, Delik aduan, bisa jadi masalah saat ada korban atau pihak yang dirugikan melaporkan pelaku.

Delik Biasa atau Delik yang bukan Delik Aduan adalah,

delik yang dapat diproses langsung oleh penyidik tanpa adanya persetujuan dari korban atau pihak yang dirugikan. 

Dengan kata lain, tanpa adanya pengaduan atau sekalipun korban telah mencabut laporannya, penyidik tetap memiliki kewajiban untuk melanjutkan proses perkara tersebut. 

Contoh dari Delik Biasa, antara lain, 

1.Delik pembunuhan,

2.Pencurian, 

3.Penggelapan, 

4.Penipuan, dan lain-lain.

Tindak pidana yang masuk kategori Delik Aduan, terkadang jarang sekali pihak korban berani melaporkannya karena, beberapa faktor karena kemungkinan adanya tekanan dari pelaku seperti ancaman atau sebuah alasan lain, saya sendiri juga tidak tau.

Jadi, bagaimana?

Masih binggung, bisa tinggalkan komentar atau langsung konsultasikan ke kontak yang tersedia.

Posting Komentar

Profile
RISKY KURNIAWAN HIDAYAT, S.H., M.H.
Malang, Jawa Timur, Indonesia