H48azKwV9kzs09flop9h44oacLigqUCZ27hqYplz

Pembagian Harta Waris dan Besaran bagian Warisan menurut Hukum

Berbicara megenai warisan, kira-kira apa yang terlintas di pikiran kalian? Yah, tentu saja ada yang berfikir tentang harta, uang atau objek lain.

Berbicara megenai warisan, kira-kira apa yang terlintas di pikiran kalian?

Yah, tentu saja ada yang berfikir tentang harta, uang atau objek-objek yang diwariskan oleh orang sudah meninggal dunia.

Dan tentu semua dari kita tidaklah asing dengan kata warisan ini ya. 

Jadi, arti warisan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah harta pusaka peninggalan. 

Sedangkan Mewarisi berarti menerima sesuatu yang ditinggalkan. 

Warisan adalah perkara yang penting bagi kehidupan kalian. Tidak hanya untuk diri pribadi, melainkan juga untuk anak cucu kalian kelak. Meskipun penting, seringkali perihal warisan ini menimbulkan berbagai permasalahan. 

Hubungan persaudaraan bisa berantakan jika masalah pembagian harta warisan seperti rumah atau tanah tidak dilakukan dengan adil.

Untuk menghindari konflik-konflik tersebut maka sebaiknya pembagian warisan dilakukan secara adil. 

Pembagian tersebut akan adil tentunya jika menggunakan undang-undang yang berlaku. 

Pewarisan ada 2 (dua) yaitu pewarisan yang beragama Islam/ Muslim dan pewarisan yang bukan beragama Islam/ Non Muslim. 

Jika pewaris beragama Islam maka yang berlaku adalah hukum waris Islam. 

Sedangkan jika pewaris non muslim, hukum waris yang digunakan merujuk kepada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer).

Ada 2 (dua) macam ahli waris yang diatur dalam KUH Perdata, yaitu ahli waris berdasarkan hubungan perkawinan dan hubungan darah; kemudian ahli waris berdasarkan surat wasiat.

Ahli Waris yang pertama disebut ahli waris ab intestato, sedangkan yang kedua disebut dengan ahli waris testamentair.

Ahli Waris ab intestato diatur dalam pasal 832 KUHPerdata, yang menyatakan bahwa yang berhak menjadi Ahli Waris adalah para keluarga sedarah, baik sah, maupun di luar kawin dan si suami dan istri yang hidup terlama. 

Apabila semua tidak ada, maka yang berhak menjadi Ahli Waris adalah Negara.

Terdapat pembagian 4 (empat) golongan ahli waris, yaitu:

1.Golongan pertama, keluarga dalam garis lurus ke bawah, meliputi anak-anak beserta keturunan mereka beserta suami atau isteri yang ditinggalkan atau yang hidup paling lama.

2.Golongan kedua, meliputi orang tua dan saudara pewaris, baik laki-laki maupun perempuan, serta keturunan mereka. Bagi orang tua ada peraturan khusus yang menjamin bahwa bagian mereka tidak akan kurang dari ¼ (seperempat) bagian dari harta peninggalan, walaupun mereka mewaris bersama-sama saudara pewaris;

3.Golongan ketiga, meliputi kakek, nenek, dan leluhur selanjutnya ke atas dari pewaris;

4.Golongan keempat, meliputi anggota keluarga dalam garis ke samping dan sanak keluarga lainnya sampai derajat keenam.

Perlu diketahui bahwa KUH Perdata tidak membedakan ahli waris laki-laki dan perempuan, juga tidak membedakan urutan kelahiran. 

Hanya ada ketentuan bahwa ahli waris golongan pertama jika masih ada maka akan menutup ahli waris golongan berikutnya.

Ahli Waris harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut untuk dapat menerima warisan, yaitu meliputi:

1.Pewaris telah meninggal dunia.

2.Ahli waris atau para ahli waris harus ada pada saat pewaris meninggal dunia. Ketentuan ini tidak berarti mengurangi makna Pasal 2 KUH Perdata, yaitu: “anak yang ada dalam kandungan seorang perempuan dianggap sebagai telah dilahirkan, bilamana kepentingan si anak menghendakinya”.

Apabila ia meninggal saat dilahirkan, ia dianggap tidak pernah ada. Dengan demikian berarti bayi dalam kandungan juga sudah diatur haknya oleh hukum sebagai ahli waris dan telah dianggap cakap untuk mewaris;

3.Seseorang ahli waris harus cakap serta berhak mewaris, dalam arti ia tidak dinyatakan oleh undang-undang sebagai seorang yang tidak patut mewaris karena kematian, atau tidak dianggap sebagai tidak cakap untuk menjadi ahli waris.

Ahli waris testamentair diatur dalam Pasal 874 KUHPerdata, “Segala harta peninggalan seorang yang meninggal dunia, adalah kepunyaan sekalian ahli warisnya menurut Undang-Undang, sekadar terhadap itu dengan surat wasiat tidak telah diambilnya sesuatu ketetapan yang sah.”

Surat wasiat dibagi ke dalam beberapa bentuk yaitu sebagai berikut: 

1.Surat wasiat olograpis

Surat wasiat olograpis adalah surat wasiat yang dibuat dan ditulis sendiri oleh testateur (Pewaris). 

Surat wasiat yang demikian harus seluruhnya ditulis sendiri oleh testateur dan ditandatangani olehnya (Pasal 932 KUHPerdata). Kemudian surat wasiat tersebut dibawa ke Notaris untuk dititipkan/disimpan dalam protokol Notaris. 

Notaris yang menerima penyimpanan surat wasiat olograpis, wajib dengan dihadiri oleh 2 (dua) orang saksi, membuat akta penyimpanan atau disebut akta van depot. Sesudah dibuatkan akta van depot dan ditandatangani oleh testateur, saksi-saksi dan notaris, maka surat wasiat tersebut mempunyai kekuatan yang sama dengan wasiat umum, yang dibuat di hadapan Notaris.

2.Surat Wasiat Umum

Surat Wasiat Umum adalah surat wasiat yang dibuat oleh testateur di hadapan Notaris. Ini merupakan bentuk testament yang paling umum dan paling dianjurkan, karena Notaris sebagai seorang yang ahli dalam bidang ini, berkesempatan dan wajib memberikan bimbingan dan petunjuk agar wasiat tersebut dapat terlaksana sedekat mungkin dengan kehendak testateur.

3.Surat Wasiat Rahasia

Wasiat ini dibuat oleh testateur sendiri dan kemudian diserahkan kepada Notaris dalam keadaan tertutup/tersegel. Notaris yang menerima penyerahan surat wasiat yang demikian, harus membuat akta pengalaman atau akta superscriptie, dengan dihadiri oleh 4 (empat) orang saksi.

Di luar ketiga macam surat wasiat tersebut di atas, Undang-Undang masih mengenal satu macam lagi surat wasiat yaitu surat wasiat yang dibuat dalam keadaan darurat. 

Surat wasiat juga harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

1.Syarat-Syarat Pewasiat

Pasal 895 KUHPer: Pembuat testament harus mempunyai budi – akalnya, artinya

testamen tidak boleh dibuat oleh orang sakit ingatan dan orang yang sakitnya begitu berat, sehingga ia tidak dapat berpikir secara teratur.

Pasal 897 KUHPer: Orang yang belum dewasa dan yang belum berusia 18 tahun tidak dapat membuat testament.

2.Syarat-Syarat Isi Wasiat

Pasal 888 KUHPer: Jika testament memuat syarat – syarat yang tidak dapat dimengerti atau tak mungkin dapat dilaksanakan atau bertentangan dengan kesusilaan, maka hal yang demikian itu harus dianggap tak tertulis.

Pasal 890 KUHPer: Jika di dalam testament disebut sebab yang palsu, dan isi dari testament itu menunjukkan bahwa pewaris tidak akan membuat ketentuan itu jika ia tahu akan kepalsuannya maka testament tidaklah sah.

Pasal 893 KUHPer: Suatu testament adalah batal, jika dibuat karena paksa, tipu atau muslihat.

Selain larangan – larangan tersebut di atas yang bersifat umum di dalam hukum waris terdapat banyak sekali larangan – larangan yang tidak boleh dimuat dalam testament. 

Di antara larangan itu, yang paling penting ialah larangan membuat suatu ketentuan sehingga legitieme portie (bagian mutlak para ahli waris) menjadi kurang dari semestinya.

Ketentuan Pembagian-pembagian Harta Warisan

Perlu diketahui bahwa didalam fiqih hukum waris Islam, terdapat 3 (tiga) rukun waris yang wajib dipenuhi sebelum pembagian harta warisan dilakukan, adalah:

1.Al-muwarrith

Yaitu orang yang mewariskan hartanya. Al-muwarrith bisa berasal dari orang tua, kerabat, atau salah satu di antara suami dan istri, dapat pula dikatakan bahwa pewaris itu adalah seseorang yang telah meninggal dunia dan meninggalkan sesuatu yang dapat beralih kepada keluarganya yang masih hidup. 

2.Al-wârits

Al-wârits adalah orang yang mewarisi. Artinya, orang yang memiliki tali persaudaraan dengan seseorang yang telah meninggal dunia dan juga beberapa alasan lainnya yang menyatakan dia berhak mewarisi harta tersebut. Dengan demikian, seseorang dinyatakan sebagai ahli waris, jika masih hidup, tidak ada penghalang bagi dirinya sebagai ahli waris, dan tidak tertutup oleh ahli waris utama. 

3.Al-maurûts

Al-maurûts dapat berupa harta maupun hak-hak pewaris yang memungkinkan untuk diwariskan kepada ahli warisnya. Harta tersebut dapat berupa harta bergerak maupun tidak bergerak yang dimiliki penuh oleh pewaris maupun oleh wakilnya atau kuasanya. 

Sebagai informasi, mengenai rukun yang ketiga, harta warisan baru bisa dilakukan pembagiannya kepada ahli waris setelah melaksanakan empat jenis pembayaranm, yaitu: 

a.zakat atas harta pusaka atau harta warisan;

b.biaya mengurus jenazah;

c.utang piutang pewaris; dan

d.wasiat pewaris.

Ahli Waris dalam Hukum Waris Islam

Selanjutnya, berdasarkan Pasal 171 huruf c Kompilasi Hukum Islam (KHI), ahli waris adalah orang yang pada saat meninggal dunia mempunyai hubungan darah atau hubungan perkawinan dengan pewaris, beragama Islam dan tidak terhalang karena hukum untuk menjadi ahli waris.  Ahli waris dipandang beragama Islam apabila diketahui dari Kartu Identitas atau pengakuan atau amalan atau kesaksian, sedangkan bagi bayi yang baru lahir atau anak yang belum dewasa, beragama menurut ayahnya atau lingkungannya. 

Pembagian ahli waris menurut KHI dibagi berdasarkan kelompok di bawah ini: 

a.Pembagian harta warisan menurut hubungan darah

1.Golongan laki-laki terdiri dari: ayah, anak laki-laki, saudara laki-laki, paman dan kakek.

2.Golongan perempuan terdiri dari: ibu, anak perempuan, saudara perempuan dan nenek.

b.Pembagian harta warisan menurut hubungan perkawinan

1.Duda; atau

2.Janda

Apabila semua ahli waris ada, maka yang berhak mendapat warisan hanya anak, ayah, ibu, janda atau duda. 

Selain itu, penting untuk diketahui bahwa seorang terhalang menjadi ahli waris apabila dengan putusan hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap, dihukum karena: 

a.dipersalahkan telah membunuh atau mencoba membunuh atau menganiaya berat para pewaris;

b.dipersalahkan secara memfitnah telah mengajukan pengaduan bahwa pewaris melakukan kejahatan yang diancam dengan hukuman 5 tahun penjara atau hukuman yang lebih berat.

Lantas, bagaimana besaran pembagian warisan perempuan dan laki-laki dalam Islam? 

Besaran Bagian Ahli Waris masing-masing adalah sebagai berikut:

1.Anak perempuan bila hanya seorang ia mendapat separuh bagian, bila dua orang atau lebih mereka bersama-sama mendapat dua pertiga bagian, dan apabila anak perempuan bersama-sama dengan anak laki-laki, maka bagian anak laki-laki dua berbanding satu dengan anak perempuan. 

2.Ayah mendapat sepertiga bagian bila pewaris tidak meninggalkan anak, bila ada anak, ayah mendapat seperenam bagian. 

3.Ibu mendapat seperenam bagian bila ada anak atau dua saudara atau lebih. Bila tidak ada anak atau dua orang saudara atau lebih, akan mendapat sepertiga bagian. Kemudian, ibu mendapat sepertiga bagian dari sisa sesudah diambil oleh janda atau duda bila bersama-sama dengan ayah. 

4.Duda mendapat separuh bagian bila pewaris tidak meninggalkan anak, dan bila pewaris meninggalkan anak, maka duda mendapat seperempat bagian. 

5.Janda mendapat seperempat bagian bila pewaris tidak meninggalkan anak, dan bila pewaris meninggalkan anak, maka janda mendapat seperdelapan bagian. 

6.Bila seorang meninggal tanpa meninggalkan anak dan ayah, maka saudara laki-laki dan saudara perempuan seibu masing-masing mendapat seperenam bagian. Bila mereka itu dua orang atau lebih maka mereka bersama-sama mendapat sepertiga bagian. 

7.Bila seorang meninggal tanpa meninggalkan anak dan ayah, sedang ia mempunyai satu saudara perempuan kandung atau seayah, akan mendapat separuh bagian. Bila saudara perempuan tersebut bersama-sama dengan saudara perempuan kandung atau seayah dua orang atau lebih, maka mereka bersama-sama mendapat dua pertiga bagian. Bila saudara perempuan tersebut bersama-sama dengan saudara laki-laki kandung atau seayah, maka bagian saudara laki-laki adalah dua berbanding satu dengan saudara perempuan. 

Kelompok Pembagian Ahli Waris terbagi menjadi 3 (tiga), yaitu:

1.Dzulfaraidh (ashabul furudh/dzawil furudh)

Yaitu ahli waris yang menerima bagian pasti (sudah ditentukan bagiannya). 

Misalnya, ayah sudah pasti menerima sebesar 1/3 bagian jika pewaris memiliki anak, atau 1/6 bagian jika pewaris memiliki anak. 

Artinya, bagian para ahli waris ashabul furudh/dzulfaraidh inilah yang dikeluarkan terlebih dahulu dalam perhitungan pembagian warisan. 

Setelah bagian para ahli waris dzulfaraidh ini dikeluarkan, sisanya baru dibagikan kepada ahli waris yang menerima bagian sisa (‘ashabah) seperti anak pewaris dalam hal anak pewaris terdiri dari laki-laki dan perempuan.

2.Dzulqarabat (‘ashabah)

Yaitu ahli waris yang mendapatkan bagian yang tidak tertentu. Mereka memperoleh warisan sisa setelah bagian para ahli waris dzulfaraidh tersebut dikeluarkan. 

Jika dilihat dari segi hubungannya dengan pewaris, ahli waris dzulqarabat adalah orang yang mempunyai hubungan kekeluargaan dengan pewaris melalui garis laki-laki maupun perempuan. 

Hubungan garis kekeluargaan tersebut juga dikenal dengan istilah garis keturunan bilateral. 

3.Dzul-arham (dzawil arham)

Dzul-arham merupakan kerabat jauh yang baru tampil sebagai ahli waris jika ahli waris dzulfaraidh dan ahli waris dzulqarabat tidak ada.

Misalkan, pembagian warisan di antara A, B, C dan D tidak dapat dibagi sama rata karena harus tunduk pada pembagian sesuai dengan besaran yang ditetapkan dalam KHI. Kecuali, anak berjenis kelamin sama sehingga bagiannya sama.

Contoh Tabel Perhitungan Pembagian Harta Warisan

Untuk mempermudah pemahaman kalian, berikut ilustrasi perhitungan waris, 

Contoh, Ahli waris dari Amir adalah ayah dan ibu Amir, serta istri dan 3 (tiga) orang anak Amir, yaitu Ahmad, Anita dan Annissa sehingga pembagiannya sebagai berikut:

1.Ayah, ibu, dan istri Amir merupakan ahli waris dzulfaraidh, yang bagiannya sudah ditentukan. Oleh karena Amir memiliki anak, bagian ayah dan ibu Amir adalah 1/6 serta istri Amir mendapatkan 1/8 bagian.

2.Sisanya diberikan kepada anak-anak Amir, sebagai ahli waris dzulqurabat (ashabah), dengan sistem pembagian, anak laki-laki 2 kali lebih besar daripada anak perempuan, dengan perbandingan = 2:1.

Bagian dari harta Amir dan istrinya dikeluarkan terlebih dahulu, yaitu sebanyak setengahnya. Sedangkan, setengah bagiannya lagi (dianggap = 1) dibagikan:

1.Ayah dan ibu masing-masing mendapatkan 1/6 bagian, atau 4/24 bagian atau 16/96 bagian.

2.Istri mendapatkan 1/8 bagian, atau 3/24, atau 12/96 bagian.

3.Sisanya, yaitu: 24/24 – (4/24 + 4/24 + 3/24) = 24/24 – 11/24 = 13/24 bagian dibagikan kepada Ahmad, Anita, dan Annissa dengan perbandingan= 2:1:1, yaitu:

a.Bagian Ahmad = 2/4 x 13/24 = 26/96

b.Bagian Anita = 1/4 x 13/24 = 13/96

c.Bagian Annisa = 1/4 x 13/24 = 13/96

4.Bagian: Ayah + Ibu + Istri + Ahmad + Anita + Annissa = 16/96 + 16/96 + 12/96 + 26/96 + 13/96 + 13/96 = 96/96 = 1

Masih binggung, wajar sih, saya sendiripun juga rada binggung, untuk mengurutkannya, but its okey. Masih aman, haha

Karena terkadang realitanya, tidak seperti itu juga, karena beberapa faktor-faktor yang menyebabkan, pembagian terkadang asal rata dan tidak menimbulkan cek cok, itu sih yang sering terjadi di luaran sana, bener gak?

Dan beberapa faktor lain misalkan, objek warisan saat ini sedang dikuasai oleh salah satu pihak pewaris/ bahkan sedang dikuasai oleh pihak lain yang bukan termasuk ahli waris.

Sekian, jika ada pertanyaan, silahkan tinggalkan komentar atau hubungi kontak yang tersedia.

Posting Komentar

Profile
RISKY KURNIAWAN HIDAYAT, S.H., M.H.
Malang, Jawa Timur, Indonesia