Saya cewek usia 24 tahun. Tahun 2009 saya kabur dari rumah tanpa paksaan dari siapapun karena orang tua melarang saya menikah dengan pacar (kami pacaran dari 2005), padahal pacar sudah melamar saya di depan orang tua saya secara baik-baik tapi orang tua saya menolak. Selama 2 tahun ini saya masih belum bisa menikah karena saat saya mengurus surat-surat pengantar ke kantor kepala desa/kelurahan selalu dipersulit. Orang tua saya adalah orang terpandang di desa, sehingga pihak-pihak kelurahan tidak berani memberikan surat apapun yang saya minta. Bahkan orang tua memberikan surat pernyataan bahwa saya dicoret dari kartu keluarga dan harus mengembalikan biaya sekolah dari SD sampai perguruan tinggi sebesar Rp500 juta.
Menurut hukum, apa yang harus saya lakukan agar saya bisa menikah?
Kerena sampai kapanpun dan alasan apapun orang tua tidak mungkin merestui dan akan selalu menghalangi.
Sebelumnya, perlu diketahui bahwa menurut Pasal 2 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (“UU Perkawinan”) perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu. Kemudian, di dalam Pasal 2 ayat (2) UU Perkawinan disebutkan tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Rukun Perkawinan Islam
Untuk melaksanakan perkawinan harus ada rukun yang harus dipenuhi yaitu:
a.calon suami;
b.calon istri;
c.wali nikah;
d.dua orang saksi; dan
e.ijab dan kabul.
Wali nikah di sini merupakan rukun yang harus dipenuhi calon mempelai wanita yang bertindak untuk menikahkannya. Yang bertindak sebagai wali nikah ialah seorang laki-laki yang memenuhi syarat hukum Islam yakni muslim, aqil, dan baligh.
Wali nikah terdiri dari wali nasab dan wali hakim. Wali nasab terdiri dari 4 kelompok berurutan sesuai erat tidaknya susunan kekerabatan dengan calon mempelai wanita:
1.Kelompok kerabat laki-laki garis lurus ke atas yakni ayah, kakek dari pihak ayah dan seterusnya.
2.Kelompok kerabat saudara laki-laki kandung atau saudara laki-laki seayah, dan keturunan laki-laki mereka.
3.Kelompok kerabat paman, yakni saudara laki-laki kandung ayah, saudara seayah dan keturunan laki-laki mereka.
4.Kelompok saudara laki-laki kandung kakek, saudara laki-laki seayah dan keturunan laki-laki mereka.
Wali hakim hanya dapat bertindak jika wali nasab tidak ada atau tidak mungkin dihadirkan atau tidak diketahui tempat tinggalnya atau gaib atau adlal atau enggan.
Jika walinya adlal atau enggan, wali hakim baru dapat bertindak sebagai wali nikah setelah ada putusan Pengadilan Agama tentang wali tersebut.
Jika menikah ranpa restu orang tua atau Tidak mendapatkan restu orang tua
Sebelumnya dalam pertanyaan Anda menggunakan istilah ‘restu’. Sebenarnya, istilah ‘restu’ ini tidak dapat kita temukan dalam peraturan perundang-undangan, melainkan lebih tepatnya menggunakan istilah ‘izin’.
Antara istilah ‘restu’ dan ‘izin’ pada dasarnya memiliki arti yang berbeda. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata ‘restu’ salah satunya berarti berkat atau doa. Sedangkan ‘izin’ berarti pernyataan mengabulkan (tidak melarang dan sebagainya); persetujuan membolehkan.
Meski berbeda, kami akan asumsikan ‘restu’ yang Anda maksud sebagai izin atau persetujuan membolehkan, dalam konteks persetujuan untuk menikah.
Kemudian, bagi mempelai wanita yang akan melangsungkan perkawinan yang wali nikahnya tidak mau menjadi wali dalam perkawinan tersebut dapat mengajukan permohonan penetapan wali adhal kepada Pengadilan Agama.
Berikut ini adalah tata cara pengajuan wali adhol :
1.Permohonan penetapan wali adhal diajukan oleh calon mempelai wanita yang wali nikahnya tidak mau melaksanakan pernikahan kepada Pengadilan Agama dalam wilayah hukum dimana calon mempelai wanita tersebut bertempat tinggal.
2.Permohonan wali adhal yang diajukan oleh calon mempelai wanita dapat dilakukan secara kumulatif dengan izin kawin kepada pengadilan agama dalam wilayah hukum dimana calon mempelai wanita tersebut bertempat tinggal.
3.Pengadilan Agama dapat mengabulkan permohonan penetapan wali adhal setelah mendengar keterangan orang tua.
4.Permohona wali adhal bersifat voluntair, produknya berbentuk penetapan. Jika pemohon tidak puas dengan penetapan tersebut dapat mengajukan upaya kasasi.
Adapun upaya hukum yang dapat ditempuh wali nikah pemohon adalah :
1.Pencegahan perkawinan, jika perkawinan belum dilangsungkan
2.Pembatalan perkawinan, jika perkawinan telah dilangsungkan.Permohonan pencegahaan perkawinan diajukan kepada Pengadilan Agama dalam wilayah hukum dimana perkawinan akan dilangsungkan (pasal 17 UU no 1 tahun 1974).
Permohonan pembatalan nikah diajukan ke Pengadilan Agama dalam wilayah hukum perkawinan tesrebut dilangsungkan atau di tempat tianggal kedua suami isteri, suami atau isteri
Demikian, semoga bermanfaat.
Posting Komentar